Suami Takut Istri — pertama kali menyatakan cinta


POV : Mimi

Aku kasmaran.

Tepatnya, lima bulan lalu.

Saat seorang pria bertubuh tinggi dan berkulit putih bernama Hyunjae membuatku tertawa semalaman di mall yang sudah gelap karena hampir tutup.

Sejak obrolan penuh tawa diikuti dirinya yang perlahan mulai memasuki hari-hariku, entah sejak kapan menanyai kabar dia menjadi rutinitas.

Bagiku, Hyunjae seperti mainan yang kalau di pencet hidungnya tiga kali bisa membuatku tertawa puas.

Menjemputnya sepulang kerja untuk kemudian kami menghabiskan waktu duduk ngobrol di alun-alun sambil minum bandrek kesukaannya. Melepas penat bersama Hyunjae sesederhana jalan-jalan keliling pasar mencari buah segar saat hari libur kerja. Isi kepalaku yang berantakan seperti benang kusut bisa tiba-tiba hilang begitu saja apabila duduk sambil makan bakso di pinggir jalan bersama Hyunjae. Sesederhana itu. Begitu nyaman rasanya berada di dekat Hyunjae.

Seharusnya malam ini sama seperti malam sebelumnya dipenuhi dengan gelak tawa dan obrolan manis kami sambil makan di pinggir jalan.

Tapi, malam ini dia makan nasi padang bersama perempuan lain.

Dengan emosi yang kian memanas aku segera pulang dari kantor menuju mall tempat Hyunjae bekerja masih lengkap dengan setelan jas.

“Halo, Mbak Mimi,” Hyunjae mengetuk-ngetuk kaca mobilku sambil tersenyum lebar sampai giginya keliatan semua.

Baru kali ini aku rela menunggu seorang lelaki di parkiran selama 10 menit, Bahkan dengan emosi yang harusnya sudah meledak-ledak aku masih bisa sabar karena yang kuhadapi saat ini itu Hyunjae.

Staff magang di store kosmetik langgananku.

Pria sederhana.

“Makasih malaikat, bidadari, ibu peri yang baik hati udah mau repot-repot menjemput budaknya uwuwuuwu,” dia memanyunkan bibirnya sambil mengenakan seat belt.

“Gimana tadi? Enak nasi padangnya?”

Mohon jangan anggap aku aneh karena mulai marah-marah kepada sales lipstik ini perihal makan nasi padang dengan perempuan lain meski aku pada dasarnya bukan siapa-siapanya.

Apa yang kurasakan saat ini juga... aku bingung kenapa bisa serumit ini.

“Enak banget, Mbak! Pokoknya besok-besok Mbak Mimi mesti cobain! Apalagi rendang sama telor sambel balado juara deh!”

“Makan sama Yuqi itu kali makanya rasanya jadi lebih JUARA!”

Hyunjae bercerita sambil membuka tas ranselnya, mengambil sebotol air mineral dan membukakannya untukku.

“Bibir Mbak Mimi kering... ini minum dulu...”

“Pengalihan isu!” begitu ucapku. Namun, tetap saja ku tenggak air mineral itu.

“Mbak Mimi hahahaha.... lucu banget kok marah-marah gitu??? Saya kan cuma kerja hahaha”

“HAHA HEHE lama-lama ku colok juga matamu pake aplikator lipstik jualanmu”

Dalam hitungan detik gelak tawa Hyunjae segera sirna.

“AMPUNNN MBAK MIMIIII EMANGNYA SAYA SALAH APA MBAK HUHUHUHU”

Lucu, bagaimana dia meraih kedua tanganku dan salim minta pengampunan.

Baru kali ini aku ingin memukul sekaligus mencium orang lain di saat bersamaan.

“Ngapain minta ampun kalau belum tau salahnya apa?”

“Yuqi itu pelanggan saya, Mbak. Sama seperti Mbak Mimi”

“Tapi bedanya... kalau Mbak Mimi spesial kaya martabak telor” lanjutnya lagi.

Martabak telor katanya?

Ya... memang martabak telor itu enak dan spesial. Aku suka perumpamaan itu.

Tapi aku tetap marah.

“Terus, kenapa Yuqi yang pegang handphone kamu? Pakai fotoin kamu segala? Sedekat itu kah? Oh, berarti yang kamu ajak makan dan keliling alun-alun gak cuma aku aja? Tiap hari beda-beda pelanggan yang kamu goda? Kamu macam-macam sama aku? Inget ya aku ini pengacara!” dalam satu tarikan napas aku meneriaki Hyunjae dengan segala prasangka.

“Udah marahnya?”

“UDAH!!!”

“Mbak Yuqi itu pelanggan setia Peripera yang sudah akrab banget sama saya. Sudah seperti adik sendiri. Anaknya juga iseng, suka main-main gitu. Tapi saya senang sih... Mbak Mimi jadi cemburu...”

“Siapa yang cemburu?!”

Padahal kalau dipikir-pikir aku gak punya hak untuk marah-marah ke Hyunjae. Tapi, kenapa dia selalu jadi si baik yang gak pernah protes sih?

“Mbak Mimi habis belanja??? Beli apa aja itu???”

Ia melirik dua kantong plastik hitam di jok belakang mobilku.

“Iya, tadi di lampu merah ada yang jualan tisu. Anak SD yang jual, kasihan. Aku beli semua dagangannya”

“Baik banget. Mbak lihat saya juga kasihan ya, makanya kemarin beli semua lipstik dagangan saya?”

“Oh, itu karena aku naksir kamu aja...”

Kayaknya tanpa perlu aku jelaskan juga satu dunia sudah tau bagaimana perasaanku terhadap Hyunjae. Namun, ini kali pertama aku dengan lantang mengakui perasaanku.

Tapi lihat saja... bahkan responnya cuma senyum tipis.

“Oh, sekarang kita udah pakai aku-kamu ya?”

“Supaya beda sama pelanggan kamu yang lainnya. Katamu aku spesial, iya kan?”

“Miyeon, aku gemes...” ia duduk menyender menatapku dan kembali melepas seta belt.

“Gemes banget?” aku ikutan menyender menatapnya.

“Banget... banget... banget...” kepala Hyunjae mengangguk-angguk lucu.

“Boleh cium?”

Hening.

Dingin.

Aku mengangguk, mengiyakan.

Hyunjae meraih kedua tanganku kemudian mengecup telapaknya satu persatu.

“Cantik sekali, Miyeon”

Dia mengusap pipiku sebelah kanan sambil terus mengucap “Jangan marah ya, Cantik”

“Kamu cantik banget sih?” ucapnya gemas hingga hidungnya mengkerut dan bibirnya mengecup pipiku sekilas.

“Baru pulang kerja begini aja cantik banget, rambutnya...” Hyunjae mengusap kepalaku.

“Hidungnya...” tengil sekali ia menyentil pelan hidungku.

“Bibirnya...” sidik jari itu berhenti mengusap ujung bibirku.

Malam itu tubuhku seperti dirasuki sesuatu yang tak kasat mata.

Aku masih bisa mengingat sepersekian sekon lalu bagaimana mata Hyunjae membelalak karena tindakan spontanku. Ya, aku segera melepas seat belt lalu mempersempit jarak kami berdua hingga napasnya bisa kurasakan menderu di bibirku.

Hyunjae menggigit bibir bawahnya. Mengacak-acak rambutnya. Kemudian menarik dasiku sambil berbisik...

“Bisa gila....”

Hyunjae meraih tengkukku mendekat pada wajahnya membuat hidung kami berdua bertubrukan.

“Jeeee.... nabrakk tauuu... geli....” aku sudah hampir mundur dan menyerah karena tidak kuasa menahan geli di perut.

Tapi tidak dengan pria nakal satu ini.

Tangan Hyunjae menangkup kedua sisi pipiku dan memiringkan wajahnya. Bibir tipis miliknya menyentuh bibirku, hangat bibirnya menyebar dari pipi hingga telingaku, semua menjadi hangat. Berbeda dengan telapak tangan dan kaki ku yang kini menjadi dingin karena gugup.

Setiap sentuhan, setiap lumatan dan setiap gerakannya membuat tubuhku bergetar. Aku mengikuti setiap gerakan kepalanya.

Ia berhenti.

Hyunjae berhenti.

Ia mengecup sudut bibirku singkat. Kuulangi, sudut bibirku!

“Kenapa berhenti?” terdengar seperti orang kehausan.

Hyunjae menatapku dengan mata sayu, napas terengah-engah serta bibir basah.

Tangannya menelisik lekuk pinggangku, menarik tubuhku mendekat, mengangkatku ke pangkuannya.

Di mobil sempit ini...

Posisi kami sekarang, Hyunjae di bawah dengan kepala menengadah memberi lumatan-lumatan hangat. Sementara aku di atasnya menyisir pelan rambut halusnya sedikit menjambaknya karena tak kuasa menahan diri.

Hyunjae seperti dikejar setan, ia menekan tengkukku memperdalam tautan bibir.

Ia menggigit dan menghisap di waktu bersamaan.

Ia menyesap apa yang bisa ia lahap dengan penuh.

Sampai kami berdua sama-sama kehabisan napas. Sampai jantung rasanya mau copot. Sampai perut benar-benar mulas. Akhirnya melepas pagutan, mencoba meraih oksigen dalam satu tarikan napas panjang.

Sampai kami berdua saling bertumpu pada ceruk leher masing-masing. Aku menjatuhkan dahiku di dadanya. Mulai kembali bernapas dengan teratur.

“Maaf aku gak izin dulu... kebablasan...” ujar Hyunjae sembari mengecup keningku singkat.

“Maaf rambut kamu berantakan... dasinya juga...” ia merapikan dasiku. Hyunjae mengusap kepalaku dan membawaku kembali dalam pelukannya.

“Kamu kok jago banget sih, Je? Kamu udah sering ya?”

“Hahaha apa sih... Kamu juga... bibirmu kok ada manis-manisnya gitu sih?”

“Mulutmu bau nasi padang!”

“Hah? Masa sih? AAAAAAA padahal aku udah sikat gigi”

“Hahahaha enggak...”

“Oh, iya. Aku baru pertama kali ciuman loh, Je”

“Hah?! Bibir seksimu ini aku yang pertama kali menciumnya??”

“Iya, makanya kamu mesti banyak bersyukur”

Begitulah malam ini, di parkiran, di dalam mobil ini, berakhir dengan Hyunjae yang sibuk berkomat-kamit sambil menutup mata memanjatkan doa ucapan syukurnya atas perempuan hebat seperti aku.