Suami Takut Istri — pertama kali berkenalan (part ii)
POV : Jeje
Ternyata cinta panda pandangan pertama yang dinyanyikan Slank feat Nirina Zubir itu nyata adanya.
Gue naksir pelanggan gue dalam waktu kurang dari 5 menit berkenalan.
Kalau dipikir-pikir lagi gue bertemu Mbak Mimi pelanggan lipstik dagangan gue ini cuma berkenalan dan bertukar nomor ponsel dalam waktu singkat. Bahkan hanya beberapa kali bercengkrama via chat. Dengan penampilan beliau yang cukup kaku membuat gue gak yakin Mbak Mimi memiliki sifat ramah dan terbuka.
Disinilah gue dan beliau, di store tempat gue bekerja dengan suasana sepi karena mall yang hampir tutup. Memang hari ini cuma gue yang akan nutup toko.
“Menurut kamu lipstik ini gimana, Jeje?”
Gue masih dengan posisi mulut terbuka lebar dan hampir menjatuhkan tetes air kehidupan dari mulut gue. Menatap Mbak Mimi beberapa detik kemudian gue mengacungkan kedua jempol.
“SEKSI BANGET MBAK!!!”
“HAHAHAHA”
Gue keceplosan.
Gimana ya, lipstik dagangan gue ini dipoles sedemikian rupa di bibir ranum nan indah Mbak Mimi dalam sekejap mampu membuat gue bengong.
“Astaga demi tuhan yang maha kuasa. M-maksud saya cakep, Mbak. Cocok warna lipstiknya dengan warna kulit Mbak Mimi. Maaf, Mbak”
“Hahaha... Jeje ada-ada saja” bahu gue di tepok penuh kasih sayang. Gak, sori maksudnya ya di tepok kayak orang lagi ngakak brutal aja.
“Oh jadi... saya gak seksi ya?”
DEMI. TUHAN.
Pake ditanya?
“Mbak, sebentar jantung saya... ENGGAK KUAT”
“Hahahah kamu lucu sekali... yaudah gimana ini menurut kamu cocok kan ya? Kalau cocok saya mau beli juga sekalian.”
“Cocok banget Mbak! Empat jempol untuk Mbak Mimi”
“Kiss Proof kan ya ini?” alisnya naik sebelah, menggoda.
MATI GUE
Bibirnya ngapa di manyunin sih wahai Mbak Pengacara yang cantiknya perpaduan bidadari dan ibu peri.
“Waduh kurang paham saya, Mbak”
“Hahaha... oke... oke... saya bercanda”
Beliau tertawa sambil sedikit menutup mulutnya dengan jari tangan, suara tawanya semerdu kicauan burung kolibri peliharaan tantenya iqi, bahkan lengkungan mata Mbak Mimi seperti memancar cahaya.
“Mbak Mimi tolong jangan bercandain saya. Soalnya, hidup saya udah cukup komedi”
Gue dengan sigap meraih lipstik dari genggamannya dan memasukkan beberapa item diskon belanjaan ke paper bag seraya membawanya ke meja kasir.
“Oke... oke... jadi setelah ini kamu langsung pulang kan? Kamu pulang naik apa?”
“Iya, Mbak Mimi pelanggan terakhir jadi saya langsung tutup toko. Nanti saya pulang ke kosan naik Gojek Mbak”
“Oalah, kosan kamu dimana?”
Gue udah mulai curiga sama dialog ini.
“Deket sini kok, Mbak. Seberang perumahan Pondok Permai. Tau gak?”
“Wah, kebetulan rumah saya di pondok permai. Apa sekalian saya anter saja? Saya bawa kendaraan pribadi ini. Itung-itung bales budi, soalnya saya udah ngerepotin kamu banget hari ini”
Wah, keliatan dari wajahnya sih masih muda ya. Profesi yang menjanjikan, paras rupawan dan harta melimpah.
“Gak perlu, Mbak Mimi. Kebetulan jam-jam segini udah ada mas Gojek yang merindukan kehadiran saya. Kepulangan saya kan jadi rejeki buat mas Gojek”
“Hahahaha... Lucu sekali Hyunjae”
Aduh nyegir mulu bidadari, awas loh ntar demen sama gue. (amin)
“Senang berkenalan dengan kamu, Hyunjae”
“Saya lebih senang lagi, Mbak. Hehehe... aduh jadi ketawa mulu, tulang pipi saya sakit ini saking lebar senyumnya”
Gue gak paham ini entah Tuhan lagi berbaik hati atau gimana, pokoknya gue merasa bersyukur bisa di pertemukan dengan perempuan hebat ini.
Perkenalan dan obrolan singkat yang sederhana ini mampu membuat hari gue jadi lebih menyenangkan.
Mungkin terlalu cepat kalau dikatakan jatuh cinta. Yang jelas, gue senang berkenalan dengan Miyeon si Pengacara pelanggan Peripera.
Rasanya gak cuma gue disini yang bebannya ikut terangkat. Karena beberapa saat sebelumnya gue melihat Miyeon menolak panggilan di telepon hingga berujung mematikan telepon genggam miliknya. Melihat lengan kemeja dan jas yang digulung hingga ke lengan saja cukup membuat gue kepikiran. Begini ya kalau orang sibuk lagi bersantai? Apa gue mikirnya kejauhan?
Beliau kemari seperti melepas jenuh. Dan gue senang bisa jadi sumber tawanya meski hanya karena obrolan receh dan sok manis.
Senin malam, di toko tempat gue bekerja, dengan warna seragam yang begitu kontras, gue yang serba merah jambu sementara beliau dengan setelan serba hitamnya. Senin malam itu kami berdua tertawa lepas.