Suami Takut Istri — pertama kali berkenalan


POV : Jeje

Hidup segan mati tak mau.

Peribahasa yang sangat menggambarkan hidup gue beberapa tahun belakangan. Bagaimana hidup hanya diisi dengan kegiatan makan, tidur, dan bermain game. Bangun siang kepala selalu terasa pening kemudian mengisi perut dengan pisang goreng ditemani teh gelas dan rokok. Yah, begitu-begitu aja.

Hidup masih mengandalkan uang dari orang tua untuk makan serta numpang di kosan sahabat gue untuk tidur memang membuat gue cukup merasa malu. Kasihan orang tua gue di kampung kalau tau anak laki-lakinya ini kekurangan gizi di perantauan.

Satu-satunya hal yang bisa gue syukuri hanyalah tampang gue yang emang cakepnya melebihi rata-rata.

Bermodalkan tampang itulah gue akhirnya bisa mendapatkan pekerjaan menutup masa pengangguran gue sekaligus mengurangi beban orang tua dikampung supaya gak ngirimin uang makan lagi.

Gue bekerja sebagai salesman di salah satu store brand kosmetik ternama dari korea selatan, Peripera.

Kalau kata sohib gue sejak SMA yang selalu gue recokin kamar kosannya, Rizqi Mulyono biasa di panggil Iqi, katanya gue bekerja sebagai pedagang lipstik.

Dengan seragam hingga toko bernuansa merah jambu ini membuat gue diolok-olok oleh Iqi. Padahal kalau gak pink gak lakik ya, Bro.

Gue merasa bersyukur banget bisa punya pekerjaan mulia ini. Dapetin duit halal sekaligus bisa melihat pelanggan yang seperti bidadari.

Bukan hiperbola. Semua perempuan di muka bumi ini memang selalu indah bagai bidadari, apalagi kalau belanja di peripera cantiknya bertambah puluh kali lipat. (promosi)

Memang ciptaan tuhan paling indah bernama perempuan ini selalu bisa membuat gue terkagum. Tapi, baru kali ini gue rasanya ingin menyembah perempuan. Inikah saatnya gue menganut agama baru?

“Permisi, kak Yves-nya kemana ya?” barusan seorang bidadari yang berbicara.

Pelanggan yang ingin gue sembah itu berdiri dengan kepala yang celingak-celinguk mencari seseorang bernama Yves.

Biar gue deskripsikan bagaimana sosoknya bisa membuat gue terhipnotis sampai tolol. Ia datang dengan setelan kemeja berbalut jas hitam dan celana kain berwarna senada. Rambutnya ditata sedemikian rupa hingga terlihat begitu rapih meski hanya diikat sederhana. Dilengannya bergelayutan tas tangan hitam yang menambah kesan formal. Penampilan bak bos mafia tetapi wajahnya bagai seorang ibu peri. Raut muka kebingungannya betul-betul membuat gue terpana.

Tanpa basa-basi gue segera menghampiri beliau dan ngelap tangan basah gue sekejap di celana kain sebelum melambai tangan menyapa beliau. “Halo, mbak. Kenalkan saya Hyunjae, pegawai magang disini menggantikan mbak Yves hehehehe ada yang bisa saya bantu?”

“Oh, ya. Saya gak tau kalau Yves sudah tidak bekerja disini”

Senyumnya tipis-tipis manja, Bro.

“Iya nih, Mbak. Saya memang baru seminggu bekerja disini. Kalau saya yang melayani gak apa kan ya, Mbak?” gue mengeluarkan jurus senyum unyu-unyu andalan gue berharap beliau kepincut sama gue.

Dari penampilan serba rapih dan mata yang mulai sibuk menatap jam tangan sudah jelas bahwa perempuan luar biasa ini sedang dikejar waktu.

“Iya, gak apa. Begini... saya biasanya sudah langganan di store sini dan sudah titip Yves soal produk yang memang saya gunakan. Tetapi... sepertinya saya tidak punya banyak waktu. Boleh saya minta tolong...”

“Hyunjae, Mbak. Nama saya Hyunjae”

“Hyunjae saya boleh minta nomor kamu?”

Rasanya seperti ada kembang api yang meledak di perut gue. Perempuan yang ingin gue sembah ini meminta nomor gue? Perempuan sempurna ini?

Tenang. Hyunjae. Wijaya.

Jangan kaya anjing lepas dari kandang.

“Biasanya Yves yang mencarikan produk kebutuhan saya. Jadi, saya minta tolong ya...” beliau mengeluarkan telepon genggam dari saku kemudian membiarkan gue menyimpan langsung nomor telepon gue.

“Oh biasanya emang suka borong gitu ya, Mbak?” basa-basi sambil ngetik biar gak awkward.

Jeje Peripera

Begitu nama yang gue simpan disana.

Gak mungkin Sayang

“Lumayan... Ok terimakasih ya, Hyunjae. Saya duluan”

“Woke. Hati-hati Mbak”

“Miyeon, nama saya Miyeon. Kamu boleh panggil saya Mimi”

“Siap! Hati-hati Mbak Mimi hehehehe”

Dengan tampang cengo gue melambaikan tangan kepada Miyeon dan hanya dibalas dengan senyuman.

Sebuah senyuman tipis yang bahkan gak bisa gue bedakan entah senyum atau bentuk raut orang cemberut. Satu garis tipis terbentuk di bibirnya. Punggungnya mulai hilang dari pandangan mata.

Sekarang, gimana caranya mendaftar agama baru???