Kisah Kasih Kucing — ii
POV : Harin
“Dedek meng!”
Itu suara favoritku. Cowo yang sedang berlari setelah memarkirkan mobil fortuner hitam di garasi itu melambaikan tangan ke arahku. Lucunya orang dewasa satu ini masih bersetelan jas serba hitam tak lupa rambut klimis ciri khas dia. Iya, orang dewasa itu lari-lari terkekeh kaya gak sadar umur.
“Hugs!” aku mengangguk-angguk saat dia membuka tangannya lebar lebar aku pun menerima ajakan berpelukan itu.
Aa Ujang menarik aku ke dalam pelukannya. Kalau sudah pelukan begini aku pasti ikutan wangi cowo bersahaja kayak Aa Ujang alias parfumnya langsung nempel ke aku. Kepalaku di elus seakan aku ini masih anak kecil.
“Sudah lama nungguin Aa?”
“Gak lama. Baru 3 jam.” ucapku sarkas.
“Maafin Aa ya, dedek.”
Aa Ujang menatap aku dengan mata yang memelas tapi aku malah salah fokus ke kantung mata Aa yang kian hari kian memburuk. Pekerjaan Aa Ujang betul-betul menyita waktu makan dan tidurnya.
Aku gak mau jadi orang dewasa. Kalau dilihat dari gaya hidup Aa Ujang yang selalu bangun pagi dengan penampilan rapi, merokok setiap hari, bayar pajak, bayar listrik, bayar belanjaan mama, beliin papa batu akik, isi shopee pay aku, angkat telepon soal komplain kerjaan dari orang kaya, bahkan rela gak makan dan kurang tidur cuma demi kerja. Aku gak mau jadi kaya gitu.
“Ini Aa minum dulu tehnya.”
Kita berdua masih duduk di depan teras. Karena aku prihatin sama keadaan Aa, aku suruh mama buatin teh untuk Aa. Tapi karena Aa pulangnya lama jadilah Aa minum teh yang udah gak hangat lagi.
Melihat Aa menyeruput teh sambil menatap kosong entah kemana itu aku yakin habis ini pasti Aa bakalan nanyain sesuatu yang nyebelin.
“Jadi gimana kesimpulan 5 tanda jatuh cinta dari Aa? Apa semua pertanda itu terjadi sama kamu?”
“Terjadi!”
“Gunawan ya orangnya?”
Gunawan dan Cinta.
Dua kata yang bikin aku sensitif belakangan ini.
Seumur-umur aku selalu merasa dipenuhi cinta. Meski aku bakalan punya KTP tahun ini tapi aku masih sering tidur di kamar mama dan papa. Aku juga masih sering dibacain buku The Princess and The Frog sama Aa aku kalau aku susah tidur. Bahkan aku masih suka dicium-cium sama mama, papa, dan Aa. Aku senang dipenuhi perasaan cinta itu.
Buat aku Aa Ujang adalah orang paling spesial di hidupku. Kalau aku ceritakan bagaimana spesialnya sosok Aa pasti gak ada abisnya. Aku senang sekali punya superhero sekeren Aa.
Gak berbeda dari kakak-kakak cowok pada umumnya yang punya adek cewek. Semua yang Aa Ujang lakukan adalah untuk melindungi dan menyayangi adik perempuannya yang nakal ini.
Sedari kecil aku selalu di antar-jemput Aa kemanapun aku pergi. Setiap kita makan Ayam Mekdi Aa selalu nyisihin kulit ayam buat aku, ngasih gigitan terakhir kebab, martabak yang isiannya paling banyak, gigitan pertama ice cream mixue, sampai saldo shopee pay yang gak pernah ada habisnya itu semua dikasih Aa.
Gak cuma yang seneng-seneng aja. Aa pernah nangis karena aku susah dicari, Aa rela di hukum papa demi nutup kesalahan aku yang waktu itu aku hilangin cincin papa tapi Aa yang mengaku salah, dan Aa juga pernah jatuh dari pohon cuma demi ngambilin balon karakter Elsa Frozen yang nyangkut di salah satu ranting pohon tetangga.
Bahkan sampai Aa sudah tua aja masih suka gendong aku. Meski sekarang Aa punya pacar-pun masih aku yang sering dibahas di agenda pacarannya sama Teh Salwa.
Sampai sekarang di setiap sore aku dan Aa selalu keliling komplek buat ngasih makan kucing-kucing liar sampai malam tiba dimana mama akan telepon sambil ngomel-ngomel dan kita berdua cuma bisa ketawa-ketiwi.
“Aku mau pacaran sama Aa aja.” itu kalimat yang selalu aku bisikin ke telinga Aa sewaktu Aa sibuk menatap laptop di meja kerjanya. Biasanya sambil aku acak-acak rambutnya, dibales cekikikan doang sama si Aa. Karena aku gak bisa bayangin gimana dunia ini kalau tanpa Aa Ujang di sisi aku.
Tetapi semuanya berubah saat Gunawan Peliharaanku menyerang.
Saat dimana aku sadar kalau perasaan-perasaan yang aku kira ada cuma untuk orang terdekat ini pengen aku bagiin juga ke orang lain. Orang lain yang gak sedekat aku dan Aa, orang asing yang gak semenyenangkan Aa, anak laki-laki yang kehadirannya aku yakin gak akan selalu ada untuk aku.
Aku kira begitu.
Tapi Gunawan seperti Aa part 2.
“Aa gak tahu kalau kamu setiap pulang sekolah selalu ke rumah Gunawan dulu, dek”
“Soalnya adek mau nyontek PR Gunawan, Aa. Gunawan itu orangnya keren bisa diandelin banget. Jago matematika dia.”
“Kaya Aa-mu ini gak bisa bantu kamu kerjain PR aja.”
Sosok berbadan tinggi di sebelah kananku ini menoel-noel pundak aku terus telunjuk nakalnya ikut menoel daguku tengil.
“Soalnya di rumah Gunawan ada kucing, Aa. Sekali mendayung aku bisa menjadi kucing.”
“Peribahasa apaan, sih?”
Aku gak sadar sejak kapan aktivitas yang biasa kulakukan bersama Aa kini berubah menjadi bersama Gunawan. Aku juga gak sadar kalau ternyata selama ini Aa itu tahu apa yang aku rasakan terhadap Gunawan selama ini yang bahkan aku juga belum tahu apa rasa itu.
“Kalau kata cherrybelle... diam-diam suka. Misal aku emang jatuh cinta sama Gunawan apa baiknya dedek diam-diam aja ya Aa?”
“Kenapa gitu, sayang?” ucap Aa sambil menarik helaian rambut yang gak sengaja nyelip di bibir aku.
“Dedek bingung. Dedek gak suka Gunawan ada di kepala dedek terus, dedek gak suka perasaannya kayak rollercoaster karena Gunawan, dedek gak suka hari-hari dedek isinya Gunawan melulu, dan dedek gak mau terus-terusan sama Gunawan kalau akhirnya dedek harus ninggalin mama, papa, dan Aa. Dunia dedek itu Aa Ujang.”
Aku ngomong gitu sambil mukul-mukul meja, kesel!
Aku takut banget kalau aku mau Gunawan bahagia itu artinya dia harus sama aku kan?
Sementara mana bisa aku ninggalin papa, mama dan Aa yang selalu ada untuk aku.
Ah, cinta tai kucing!
“HAHAHAHAHAHA”
Dih, cowok cupu ngakak kenceng banget anjir. Padahal udah malem gini takut mengundang setan.
“Jangan ketawa kamu pecundang!”
“Hahahahaha.... aduh sakit perut... Hhhaahha... abisan kamu ini polos banget sih dek Hahahahaha.... ADUH!”
Aku jitak kepala Aa Ujang supaya diem. Baru aja aku puji-puji tapi ini malah ngetawain aku. Dikata aku bercanda apa.
“Emangnya cinta itu senyebelin ini ya, Aa? Dedek harus gimana sekarang?”
“Ya... namanya juga cinta. Gak bisa ditebak. Itu semua perasaan yang normal, dek. Jadi kamu gak usah cemas atau khawatir. Dirawat aja perasaan yang kamu punya sekarang gak usah dipaksa. Lebih lega kalau kamu ekspresiin aja perasaan yang kamu punya itu pasti kamu akan merasa nyaman dan kelamaan mengerti.”
Aku gak tahu kapan tepatnya aku mulai jatuh cinta sama ketua osis satu ini. Mungkin waktu Gunawan ikut ketawa waktu aku ketawa, mungkin waktu Gunawan pinjemin aku topi upacara, atau mungkin waktu pertama kali kita ketemu di indomaret sambil ngasih makan kucing.
Kalau memang apa yang aku rasain ini sesuai dengan tanda-tanda jatuh cinta hasil penelitia Aa Ujang maka aku putusin untuk menerima perasaanku dan memberinya ke Gunawan dengan tulus.
“Kalau dedek suka Gunawan.... bukan berarti dedek harus berhenti sayang sama mama, papa, dan Aa kan?”
“Gak gitu, dong! Lama-lama Aa cubit nih!”
Beneran dicubit?!
“Eughhh... lepasssghinn akuu monyeettff!!!”
“Dengerin Aa dulu,” jawab Aa sambil menangkup kedua pipiku dengan telapak tangan raksasa miliknya.
“Perasaan jatuh cinta itu emang aneh. Aa senang kamu mau terbuka dan mau belajar soal apa yang kamu rasain. Aa senang kamu menerima dan mau berbagi perasaan yang kamu punya. Gak ada yang lebih indah dari mencintai orang yang bisa buat kamu tersenyum. Mencintailah seperti kamu dicintai.”
Malam itu jantungku berhenti berdetak sepersekian detik saat menatap mata Aa Ujang yang tajam. Dia cinta pertamaku. Dan akan selalu begitu.
Ternyata,
Aku mau nyari tahu jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dikepalaku.
Aku pengen rasain perasaan-perasaan baru.
Aku mau tahu seperti apa bentuk cinta.
Selamat datang teman-teman! Ini cerita cinta remajaku! Sekarang aku siap berbagi cinta yang melimpah ini kepada Gunawan Peliharaanku!